Berikut ini merupakan penjelasan mengenai Rumah Adat
Maluku Utara yaitu salah satu rumah adat dari 34 provinsi di Indonesia.
Maluku Utara merupakan salah satu provinsi baru di Indonesia dan umumnya disingkat sebagai "Malut". Maluku Utara merupakan gabungan dari beberapa pulau di Kepulauan Maluku. Ibukotanya terletak di Sofifi, Kecamatan Oba Utara sebagai pengganti Ternate, yaitu ibukota sementara Maluku Utara selama 11 tahun hingga infrastruktur Sofifi memadai. Maluku Utara terbagi kedalam 7 kabupaten dan dua kotamadya, yakni Kabupaten Halmahera Barat, Selatan, Tengah, Timur, Serta Halmahera Utara dan kabupaten Pulau Morotai. Sedangkan Kotamadya yang ada yaitu Ternate dan Tidore. Provinsi Maluku Utara sebelah utara berbatasan dengan Samudera Pasifik, sebelah timur dengan Laut Halmahera, sebelah barat dengan Laut Maluku, dan sebelah selatan dengan Laut Seram.
Maluku Utara merupakan salah satu provinsi baru di Indonesia dan umumnya disingkat sebagai "Malut". Maluku Utara merupakan gabungan dari beberapa pulau di Kepulauan Maluku. Ibukotanya terletak di Sofifi, Kecamatan Oba Utara sebagai pengganti Ternate, yaitu ibukota sementara Maluku Utara selama 11 tahun hingga infrastruktur Sofifi memadai. Maluku Utara terbagi kedalam 7 kabupaten dan dua kotamadya, yakni Kabupaten Halmahera Barat, Selatan, Tengah, Timur, Serta Halmahera Utara dan kabupaten Pulau Morotai. Sedangkan Kotamadya yang ada yaitu Ternate dan Tidore. Provinsi Maluku Utara sebelah utara berbatasan dengan Samudera Pasifik, sebelah timur dengan Laut Halmahera, sebelah barat dengan Laut Maluku, dan sebelah selatan dengan Laut Seram.
Maluku Utara memiliki dua macam rumah adat yang menjadi
ciri khas kota Maluku Utara yaitu rumah adat Sasadu yang berasal dari Halmahera
Barat. Sedangkan pada tahun 2007 dibangun rumah adat Hibualamo yang berada di Halmahera
Utara.
1. Rumah Adat Sasadu
Rumah adat Sasadu merupakan rumah adat yang diwariskan oleh leluhur suku Sahu di Pulau Halmahera Barat, Maluku Utara. Sasadu berasal dari kata Sasa – Sela – Lamo atau besar dan Tatadus – Tadus atau berlindung, sehingga Sasadu memiliki arti berlindung di rumah besar. Rumah adat Sasadu memiliki bentuk yang simpel atau sederhana yaitu berupa rumah panggung yang dibangun menggunakan bahan kayu sebagai pilar atau tiang penyangga yang berasal dari batang pohon sagu, anyaman daun sagu sebagai penutup atap rumah adat dan memiliki dua pijakan tangga terletak di sisi kiri dan kanan.
Pada rumah adat Sasadu
terdapat dua ujung atap kayu yang diukir dan memiliki bentuk haluan dan buritan
perahu yang terdapat pada kedua ujung atap. Bubungan tersebut melambangkan
perahu yang sedang berlayar karena suku Sahu merupakan suku yang suka berlayar
mengarungi samudera. Selain itu pada bubungan atapnya digantungkan dua buah
bulatan yang dibungkus ijuk. Bulatan itu menggambarkan simbol dua kekuatan
supranatural yaitu kekuatan untuk membinasakan dan kekuatan untuk melindungi.
Rumah adat Sasadu tidak memiliki
pintu dan sisi-sisinya tidak memiliki dinding penutup. Untuk memasuki rumah
adat Sasadu terdapat 6 jalan masuk sekaligus jalan keluar. Setiap jalan diperuntukkan untuk orang-orang tertentu.
Dua jalan masuk dan keluar khusus
untuk perempuan, dua jalan khusus untuk lelaki, dua jalan khusus untuk para
tamu.
Suku Sahu merupakan suku yang
menjunjung tinggi dan sangat menghargai penduduk wanitanya. Hal ini ditunjukkan
pada bagian dalam rumah adat Sasadu. Selain terdapat dego-dego (dipan bambu)
untuk duduk, pada bagian dalam ruangan tersedia dua buah meja, dimana satu meja
khusus untuk perempuan di letakan pada bagian depan dan sedangkan satu meja yang
diperuntukan bagi laki-laki di letakan pada bagian belakang. Penempatan meja
perempuan pada bagian depan dapat diartikan bahwa bagi suku Sahu wanita akan
didahulukan dan laki-laki akan selalu melindunginya dari belakang.
Rumah adat Sasadu ini
dibangun tanpa menggunakan paku tetapi menggunakan bahan alam yaitu pasak kayu
untuk memperkuat sambungan dan tali ijuk sebagai pengikat rangka atap. Akan tetapi lantainya dibangun menggunakan semen karena
pemeliharaannya lebih mudah. Rumah
adat ini juga dilengkapi bendera besar yang disebut panji dan bendera kecil yang
disebut dayalo. Disekelilingnya dihiasi kain putih berbentuk bukit-bukit kecil yang
disebut paturo yang menunjukkan lambang Negara kepulauan Republik Indonesia. Pada
bagian pusat di dalam rumah adat Sasadu, utamanya diletakkan alat musik
tradisional Kakabelu. Kakabelu berbentuk gendang panjang yang terbuat dari
batang pohon sagu yang disusun saling menyilang. Kakabelu utamanya disuguhkan
pada upacara adat atau penyambutan tamu.
Rumah
adat Sasadu dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan, selain fungsi utamanya
sebagai ruang pertemuan dan tempat menerima tamu, diantaranya yaitu untuk
perayaan pesta adat baik pernikahan maupun kelahiran yang dapat dirayakan
hingga tujuh hari tujuh malam. Di bagian depan rumah adat Sasadu inilah
biasanya digelar acara makan bersama dengan memainkan tarian tradisional. Selain fungsinya, rumah adat Sasadu dibangun berlandaskan
beberapa prinsip, yaitu :
- Posisi teras rumah adat harus rendah, hal ini dilakukan agar setiap orang yang masuk menundukkan kepalanya sebagai bentuk penghargaan terhadap orang yang berada didalam rumah adat tersebut.
- Di dalam rumah adat terdapat empat tiang besar yang melambangkan Empat Kesultanan,
- Setiap rumah adat memiliki panjang 7 waras atap yang melambangkan prosesi makan adat selama 7 hari 7 malam.
- Penggunaan anyaman daun sagu sebagai atap agar orang yang berada di dalam rumah adat mendapatkan kesejukan,
- Setiap tali ijuk yang diikat di totora (lata) melambangkan walaupun berbeda-beda pendapat mereka tetap dalam satu ikatan satu persaudaraan yang tidak bisa dipisahkan.
2. Rumah Adat Hibualamo
Rumah
adat Hibualamo merupakan rumah adat yang berasal dari Halmahera Utara, Maluku Utara. Menurut bahasa asli setempat Hibua berarti Rumah
sedangkan Lamo berarti Besar sehingga Hibualamo
memiliki pengertian rumah yang besar. Rumah adat Hibualamo baru diresmikan pada
bulan April 2007, namun sebenarnya rumah adat Hibualamo ini sudah didirikan
semenjak 600 tahun yang lalu. Hilangnya keberadaan rumah adat ini akibat adanya penjajahan, kemudian didirikannya Balai Desa
sebagai tempat penyelesaian masalah dan pemerintahan.
Rumah adat Hibualamo didirikan kembali sebagai symbol
perdamaian pasca konflik SARA pada tahun 1999 - 2001. Oleh karena itu
pembangunannya pun mengalami perkembangan dibandingkan bentuk aslinya yang
berupa rumah panggung. Bentuk asli rumah adat ini berada di Pulau Kakara,
Halmahera Utara dan biasa disebut Rumah adat Hibualamo Tobelo.
Bangunan rumah adat Hibualamo dibangun dengan banyak symbol yang memiliki arti tersendiri yang berhubungan dengan persatuan. Konstruksi rumah adat menyerupai perahu yang mencerminkan kehidupan kemaritiman suku Tobelo dan Galela yang ada di pesisir. Bangunannya memiliki bentuk segi 8 dan memiliki 4 pintu masuk yang menunjukkan simbol empat arah mata angin dan semua orang yang berada didalam rumah adat saling duduk berhadapan yang menunjukkan kesetaraan dan kesatuan.