Berikut ini merupakan penjelasan mengenai rumah adat Nusa Tenggara Timur yaitu salah satu rumah adat dari 34 provinsi di Indonesia. Nusa Tenggara Timur adalah provinsi Indonesia yang berada di tenggara Indonesia. Provinsi ini memiliki beberapa pulau, yaitu pulau Flores, pulau Sumba, pulau Timor, pulau Alor, pulau Lembata, pulau Rote, pulau Sabu, pulau Adonara, pulau Solor, pulau Komodo dan pulau Palue. Ibukotanya terletak di Kupang, Timor Barat. Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki 2 rumah adat yang unik dan menarik yaitu Mbaru Niang dan Sao Ria Tenda Bewa Moni Koanara.
Rumah adat Mbaru Niang bentuknya seperti cone yang dibalik, yaitu kerucut menjulur ke bawah dan hampir menyentuh tanah. Strukturnya setinggi 5 lantai dengan tinggi sekitar 15 meter. Atap rumah adat Nusa Tenggara Timur ini diisi oleh daun lontar yang ditutupi ijuk atau ilalang dan kerangka atap terbuat dari bambu sedangkan pilar rumah menggunakan kayu worok yang besar dan kuat. Hebatnya rumah adat ini tidak memakai paku tetapi menggunakan tali rotan untuk mengikat konstruksi bangunan. Meski bangunannya tidak terlalu besar, setiap mbaru niang bisa diisi oleh enam sampai delapan keluarga.
Setiap lantai rumah Mbaru Niang memiliki ruangan dengan fungsi yang berbeda beda. Secara berurutan tersusun dari lutur, lobo, lentar, lempa rae, dan terakhir hekang kode. Tingkat pertama disebut lutur atau tenda, biasa digunakan sebagai tempat hunian dan berkumpul dengan keluarga. Tingkat kedua adalah lobo atau loteng yang berfungsi untuk menaruh bahan makanan dan barang sehari-hari. Tingkat ketiga disebut lentar untuk menaruh benih-benih tanaman pangan yang digunakan untuk bercocok tanam, seperti benih jagung, padi, dan kacang-kacangan. Tingkat keempat disebut lempa rae yaitu ruangan untuk stok pangan apabila terjadi gagal panen atau hasil panen kurang berhasil akibat kekeringan, dan tingkat kelima disebut hekang kode untuk tempat menaruh sesajian persembahan kepada leluhur.
Mbaru niang di Wae Rebo merupakan rumah adat warisan nenek moyang ratusan tahun yang lalu yang diturunkan terus menerus kepada keturunannya. Banyak Mbaru Niang yang mengalami kerusakan karena untuk memperbaikinya membutuhkan biaya yang banyak. Sampai akhirnya seorang arsitek dari Jakarta, yaitu Yori Antar, dan kawan – kawannya yang sangat mengagumi rumah adat ini mengadakan gerakan untuk mengumpulkan dana bagi pelestarian dan perbaikan kembali rumah adat ini sehingga kini sudah berdiri 7 rumah kerucut mbaru niang yang nyaman untuk ditinggali dan bagus untuk dijadikan wisata.
Ada tiga jenis rumah Sao Ria Tenda Bewa Moni Koanara, yaitu rumah baku, rumah tinggal dan lumbung padi. Rumah baku digunakan untuk menyimpan dan melestarikan tulang tengkorak milik leluhur dan sudah ada 13 keturunan yang tulang tengkoraknya dilestarikan di simpan di rumah ini. Kemudian rumah baku dengan atap yang seluruhnya menyentuh tanah berfungsi sebagai rumah penyimpanan hasil panen sawah. Sedangkan rumah dengan kepala kerbau yang disangkutkan di depan pintu rumah merupakan rumah hunian.
Sao Ria Tenda Bewa Moni Koanara yang berfungsi sebagai lumbung padi berbentuk panggung dan persegi empat. Pada bagian dasar rumah terdapat jejeran tumpukan batu yang membuat rumah lebih tinggi dari tanah. Dari jauh, rumah ini seperti tidak memiliki pintu masuk.
1.Mbaru Niang
Mbaru Niang adalah rumah adat yang berada di Wae Rebo, yaitu sebuah desa yang letaknya berada di pedalaman dan diarungi oleh pegunungan dan panorama hutan tropis lebat di Desa Satar Lenda, Kecamatan Satarmese Barat, Kabupaten Manggarai Barat, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur.Rumah adat Mbaru Niang bentuknya seperti cone yang dibalik, yaitu kerucut menjulur ke bawah dan hampir menyentuh tanah. Strukturnya setinggi 5 lantai dengan tinggi sekitar 15 meter. Atap rumah adat Nusa Tenggara Timur ini diisi oleh daun lontar yang ditutupi ijuk atau ilalang dan kerangka atap terbuat dari bambu sedangkan pilar rumah menggunakan kayu worok yang besar dan kuat. Hebatnya rumah adat ini tidak memakai paku tetapi menggunakan tali rotan untuk mengikat konstruksi bangunan. Meski bangunannya tidak terlalu besar, setiap mbaru niang bisa diisi oleh enam sampai delapan keluarga.
Setiap lantai rumah Mbaru Niang memiliki ruangan dengan fungsi yang berbeda beda. Secara berurutan tersusun dari lutur, lobo, lentar, lempa rae, dan terakhir hekang kode. Tingkat pertama disebut lutur atau tenda, biasa digunakan sebagai tempat hunian dan berkumpul dengan keluarga. Tingkat kedua adalah lobo atau loteng yang berfungsi untuk menaruh bahan makanan dan barang sehari-hari. Tingkat ketiga disebut lentar untuk menaruh benih-benih tanaman pangan yang digunakan untuk bercocok tanam, seperti benih jagung, padi, dan kacang-kacangan. Tingkat keempat disebut lempa rae yaitu ruangan untuk stok pangan apabila terjadi gagal panen atau hasil panen kurang berhasil akibat kekeringan, dan tingkat kelima disebut hekang kode untuk tempat menaruh sesajian persembahan kepada leluhur.
Mbaru niang di Wae Rebo merupakan rumah adat warisan nenek moyang ratusan tahun yang lalu yang diturunkan terus menerus kepada keturunannya. Banyak Mbaru Niang yang mengalami kerusakan karena untuk memperbaikinya membutuhkan biaya yang banyak. Sampai akhirnya seorang arsitek dari Jakarta, yaitu Yori Antar, dan kawan – kawannya yang sangat mengagumi rumah adat ini mengadakan gerakan untuk mengumpulkan dana bagi pelestarian dan perbaikan kembali rumah adat ini sehingga kini sudah berdiri 7 rumah kerucut mbaru niang yang nyaman untuk ditinggali dan bagus untuk dijadikan wisata.
2.Sao Ria Tenda Bewa Moni Koanara
Sao Ria Tenda Bewa Moni Koanara merupakan rumah adat yang berada di Desa Koanara, Kelimutu, Nusa Tenggara Timur. Seperti Mbaru Niang, Rumah adat ini juga memiliki karakteristik dan bentuk yang unik dan juga menarik karena desain atap yang khas yang terbuat dari ilalang dan hampir menyentuh tanah.Sao Ria Tenda Bewa Moni Koanara yang berfungsi sebagai lumbung padi berbentuk panggung dan persegi empat. Pada bagian dasar rumah terdapat jejeran tumpukan batu yang membuat rumah lebih tinggi dari tanah. Dari jauh, rumah ini seperti tidak memiliki pintu masuk.
Terima kasih.
www.cindytjahjadi.com