Kali ini kita akan menjelaskan mengenai rumah adat Nusa Tenggara Barat yaitu salah satu rumah adat dari 34 provinsi di Indonesia. Nusa Tenggara Barat merupakan provinsi di Indonesia yang berada di sebelah barat Kepulauan Nusa Tenggara. Provinsi Nusa Tenggara Barat memiliki dua pulau terbesar yaitu pulau Lombok yang terletak di barat dan Pulau Sumbawa yang terletak di timur. Ibu kota provinsi ini adalah kota Mataram yang berada di Pulau Lombok. Di sebelah utara, provinsi ini berbatasan dengan Laut Flores, bagian barat berbatasan dengan provinsi Bali, bagian timur berbatasan dengan provinsi Nusa Tenggara Timur, dan bagian selatan berbatasan dengan Samudra Hindia.
Penduduk Nusa Tenggara Barat terdiri dari suku Sasak, yaitu suku asli yang berasal dari Pulau Lombok, dan suku Bima serta suku Sumbawa yang berada di pulau Sumbawa. Masing-masing pulau memiliki rumah adatnya sendiri. Seperti pulau Sumbawa memiliki rumah adat bernama Dalam Loka Samawa dan Pulau Lombok memiliki rumah adat suku Sasak yang biasa disebut Bale. Berikut ini penjelasan mengenai masing-masing rumah adat di provinsi Nusa Tenggara Barat :
1. Dalam Loka Samawa
Rumah istana Sumbawa atau Dalam Loka adalah rumah adat atau
istana yang didirikan dan dikembangkan oleh pemerintahan Sultan Muhammad Jalaluddin Syah III di Pulau Sumbawa,
tepatnya di kota Sumbawa Besar. Terdapat pengertian dari
Dalam Loka itu sendiri, yaitu kata
“Dalam” yang memiliki arti istana atau rumah yang ada di dalam istana dan “Loka” yang memiliki arti dunia atau juga tempat. Sehingga dapat disimpulkan pengertian Dalam Loka merupakan istana atau tempat hunian raja. Namun, penggunaan rumah
adat Dalam Loka saat ini difungsikan untuk menyimpan benda
atau artifak bersejarah milik Kabupaten Sumbawa.
Dalam Loka disusun oleh bangunan kembar yang disokong atau ditahan oleh 98 pilar kayu jati dan 1 pilar pendek (pilar guru) yang dibuat dari pohon cabe. Jumlah dari seluruh tiang penyokong adalah 99 tiang yang mewakili 99 sifat Allah dalam Al-Qur’an (Asmaul Husna). Di Dalam Loka ini terdapat ukiran-ukiran yang merupakan ukiran khas daerah Pulau Sumbawa atau disebut lutuengal yang digunakan untuk ornamen pada kayu bangunannya. Ukiran khas Pulau Sumbawa ini biasanya motif bunga dan juga motif daun-daunan.
Istana dalam loka dibangun mengarah ke selatan yaitu ke Bukit Sampar dan alun-alun kota dan hanya memiliki satu pintu masuk utama melalui tangga depan dan pintu samping melalui tangga kecil. Tangga depan yang dimiliki Dalam Loka tidak seperti tangga pada umumnya, tangga ini berupa lantai kayu yang dimiringkan hingga menyentuh tanah dan lantai kayu tersebut ditempeli oleh potongan kayu sebagai penahan pijakan Bala Rea atau graha besar adalah dua bangunan identik yang terdapat di dalam rumah adat Dalam Loka yang setiap bangunannya memiliki fungsi.
Pada bagian dalam bangunan terdapat beberapa ruangan yaitu, Lunyuk Agung, Lunyuk Mas, Ruang Dalam, dan Ruang Sidang. Lunyuk Agung berada pada bagian depan bangunan yang difungsikan untuk ruang bermusyawarah, pernikahan, pertemuan atau acara kerajaan. Lunyuk Mas adalah ruangan utama untuk permaisuri, istri para menteri dan staf penting kerajaan saat upacara adat. Ruang Dalam sebelah barat disekat oleh kelambu yang digunakan untuk tempat sholat, di sebelah utara adalah kamar tidur permaisuri. Ruang Dalam sebelah timur memiliki empat kamar khusus untuk keturunan raja yang sudah menikah dan di sebelah utara adalah kamar pengasuh rumah tangga istana. Ruang sidang terletak di bagian belakang Bala Rea, namun pada malam harinya digunakan oleh para dayang sebagai kamar tidur. Sedangkan kamar mandi terletak di luar ruangan utama yang memanjang dari kamar raja hingga kamar permaisuri.
Dan yang terakhir adalah Bala Bulo yang memiliki dua tingkat dan berada di samping Lunyuk Mas. Tingkat pertama adalah tempat permainan keturunan raja dan tingkat kedua adalah tempat permaisuri dan istri para bangsawan saat menyaksikan pertunjukan di lapangan istana. Anak tangga menuju tingkat dua berjumlah 17 anak tangga. Jumlah tersebut mewakili 17 rukun sholat. Di luar komplek ini terdapat kebun istana (kaban alas), gapura atau tembok istana (bala buko), rumah jam (bala jam) dan tempat untuk lonceng istana. Lonceng pada istana ini ukurannya sangat besar dan berasal dari Belanda. Pada masa itu, lonceng ini dibunyikan oleh seorang petugas setiap waktu, sehingga seluruh penduduk dapat mengetahui waktu saat itu.
2. Rumah Bale
Rumah adat suku Sasak di dusun Sade terdiri dari berbagai macam Bale yang semuanya beratap jerami atau alang –alang dan memiliki fungsi tersendiri, diantaranya Bale Lumbung, Bale Tani, Bale Jajar, Berugag/Sekepat, Sekenam, Bale Bonter, Bale Beleq Bencingah, Bale Tajuk, Bale Gunung Rate, Bale Balaq dan Bale Kodong.
a. Bale Lumbung
Bale lumbung ditetapkan sebagai ciri khas rumah adat suku sasak dari pulau Lombok. Hal ini disebabkan bentuknya yang sangat unik dan menarik yaitu berupa rumah panggung dengan ujung atap yang runcing kemudian melebar sedikit lalu lurus ke bawah dan bagian bawahnya melebar kembali dengan jarak atap 1,5 - 2,0 meter dari tanah dan diameter 1,5 – 3,0 meter. Atap dan bubungannya dibuat dari jerami atau alang – alang, dindingnya terbuat dari anyaman bambu (bedek), lantainya menggunakan papan kayu dan bale lumbung ini disangga oleh empat tiang yang terbuat dari tanah dan batu sebagai fondasi. Bagian atap dari bale lumbung merupakan suatu ruangan yang digunakan untuk menaruh padi hasil dari beberapa kepala keluarga. Bentuknya berupa rumah panggung dimaksudkan untuk menghindari hasil panen rusak akibat banjir dan serangan tikus.
b. Bale Tani
Rumah ini dihuni oleh suku Sasak yang memiliki pekerjaan sebagai petani. Bale Tani ini memiliki satu pintu masuk yang kecil dan tanpa jendela. Atapnya terbuat dari alang – alang membentuk limasan yang memanjang hingga ujung atapnya (serambi) mendekati tanah. Dinding dan penyekat setiap ruangan terbuat dari anyaman bambu (bedek), sedangkan tiang penopang rumah terbuat dari batangan bambu dan selain itu bambu juga digunakan membuat paku.
Bale Tani memiliki lantai yang terbuat dari kombinasi antara tanah liat, batu bata, abu jerami, getah pohon dan kotoran sapi atau kerbau. Kombinasi antara tanah liat dan kotoran ternak dilakukan karena dapat membuat lantai tanah mengeras, selain itu mereka terbiasa melapisi lantai dengan kotoran ternak untuk menjaga agar lantai tidak retak, rumah menjadi lebih hangat dan pengusir nyamuk. Walaupun dilapisi oleh kotoran ternak tetapi rumah tidak menjadi bau karena kotoran sudah dibakar dan dihaluskan terlebih dahulu.
Ruangan pada Bale Tani terdiri dari Bale Luar atau disebut
juga Sesangkok (serambi) yang digunakan sebagai tempat menerima tamu dan kamar
tidur dan juga Bale Dalam yang terbagi lagi menjadi Dalem Bale (kamar) dan Pawon
(dapur). Dalem Bale ini khusus digunakan oleh anggota keluarga perempuan,
diantaranya tempat menaruh harta berharga, ruang tidur anak gadis, ruang
persalinan, dan ruang menaruh jenazah sebelum dikuburkan. Pada dapur terdapat
dua tungku untuk memasak yang menempel pada lantai dan sempare yaitu wadah
untuk menaruh bahan pangan dan peralatan dapur yang terbuat dari bambu.
Dalem Bale berada di
atas Luar Bale sehingga untuk mencapai Dalem Bale terdapat tiga anak tangga. Tiga anak tangga ini
memiliki arti Wetu Telu yaitu kepercayaan tiga waktu oleh suku sasak yang
terdiri dari lahir, tumbuh dan mati. Saat Islam
mulai memasuki Pulau Lombok, suku sasak melakukan sholat sesuai adat Wetu Telu
yaitu sholat tiga waktu. Namun saat ini warga Sade telah menunaikan sholat lima
waktu atau Wetu Lima yang ditandai
dengan tambahan dua tangga pada bagian muka Bale Luar di Bale Tani. Setelah
melewati tangga teratas terdapat satu pintu masuk untuk memasuki ruang Bale
Dalem, cara membuka pintu dengan cara digeser yang disebut Lawang Kuri .c. Bale Jajar
Bale
jajar adalah tempat hunian suku sasak dengan ekonomi menegah ke atas. Bentuknya
serupa dengan Bale Tani, perbedaannya terletak pada ruang Dalem Bale yang lebih
banyak. Bale Jajar memiliki dua Dalem Bale dan satu serambi (sesangkok) dan
ditandai dengan adanya sambi yaitu tempat penyimpanan bahan makanan dan
keperluan rumah tangga. Pada bagian depan Bale Jajar terdapat sekepat dan pada
bagian belakangnya terdapat sekenam yang akan dijelaskan lebih lanjut di bagian
berikutnya.
d. Berugaq atau Sekepat
Berugaq sekepat berbentuk seperti saung, yaitu berupa panggung tanpa dinding, beratap alang – alang dan ditopang oleh empat tiang bambu membentuk segi empat. Lantai terbuat dari papan kayu atau bilah bambu yang dianyam dengan tali pintal (Peppit) dan tingginya 40–50 cm dari tanah dan terletak di bagian depan Bale Jajar.
Sekepat ini biasa digunakan untuk menerima tamu karena tradisi sasak tidak menerima sembarang orang ke dalam rumah. Bila pemilik rumah memiliki anak perempuan, sekepat dapat digunakan untuk menerima pemuda yang datang midang (melamar). Selain itu juga digunakan untuk berkumpul dan beristirahat setelah kerja di sawah.
Sekepat ini biasa digunakan untuk menerima tamu karena tradisi sasak tidak menerima sembarang orang ke dalam rumah. Bila pemilik rumah memiliki anak perempuan, sekepat dapat digunakan untuk menerima pemuda yang datang midang (melamar). Selain itu juga digunakan untuk berkumpul dan beristirahat setelah kerja di sawah.
e. Berugaq Sekenam
Sekenam memiliki bentuk yang serupa dengan berugaq sekepat, perbedaannya terletak dari jumlah tiangnya yaitu sebanyak enam buah dan berada di bagian belakang rumah. Sekenam digunakan sebagai tempat kegiatan belajar mengajar tata krama, nilai-nilai budaya dan sebagai tempat pertemuan internal keluarga.
f. Bale Bonder
Bale Bonder biasanya dihuni oleh pejabat desa atau dusun dan terletak di tengah pemukiman. Fungsinya yaitu sebagai tempat persidangan adat, seperti tempat diselesaikannya kasus pelanggaran hukum adat. Selain itu Bale Bonder digunakan sebagai tempat menaruh benda-benda bersejarah atau pusaka warisan keluarga.
g. Bale Beleq Bencingah
Bale Beleq Bencingah biasa digunakan pada masa kerajaan dahulu. Fungsinya yaitu sebagai tempat acara-acara penting kerajaan, diantaranya pelantikan pejabat kerajaan, pengukuhan putra mahkota kerajaan dan para Kiai penghulu kerajaan, tempat penyimpanan benda pusaka kerajaan, dan sebagainya.h. Bale Tajuk
Bale tajuk memiliki bentuk segi lima dan ditopang oleh lima tiang . Bale Tajuk adalah sarana pendukung bagi rumah yang memiliki keluarga besar. Tempat ini digunakan sebagai tempat pertemuan keluarga besar dan pelatihan macapat takepan, untuk menambah wawasan dan tata krama.i. Bale Gunung Rate dan Bale Balaq
Bale Gunung Rate dan bale Balaq merupakan jenis hunian yang didirikan pada daerah dengan kondisi geografis tertentu. Bale Gunung Rate didirikan oleh warga yang bermukim di lereng pegunungan sedangkan bale Balaq didirikan berupa rumah panggung untuk menghindari bencana banjir.